Minggu, 27 September 2020

Day 16: Someone I miss

(Baca: Challenge day 15)

Memikirkan topik tulisan hari ini membuat sekujur tubuhku gemetaran. Asli. Deg-degan bercampur rasa tak nyaman. Aku rindu orangtua, saudara dan teman-temanku. Tetapi aku sudah pernah menuliskan tentang mereka di hari-hari sebelumnya. Sekilas, hati kecilku berbicara "Ikuti kata hati." Tapi, aku orang yang agak keras kepala untuk mengikuti kata hati. Banyak sebab dan alasan. Ini juga kenapa harus tentang 'seseorang' bukan 'sesuatu'. Aku kerap menyembunyikan banyak hal? Ya, kuakui itu. Ada hal-hal yang ingin sekali kusampaikan tapi tak mampu karena berbagai alasan. Bisa saja aku membohongi diri, bisa juga rawan baku hantam wkwk. Aku tahu kalian (teman-teman dekatku) sangat menanti tulisan ini. Jahat sumpah, tertawa di atas penderitaan orang wkwk. 

Setelah berpikir cukup lama, aku mendapat ilham saat menghabiskan makan soreku. Tidak, tidak tentang seseorang secara personal. Aku merindukan banyak orang. Yaitu, anak-anak. Tentu saja bukan anak-anakku, mereka ialah murid SD yang pernah kutemui. Sedikit cerita, tahun lalu ketika menghabiskan libur summer di Indonesia aku mengikuti seleksi relawan pengajar Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi merupakan program di bawah naungan Indonesia Mengajar. Bermula dari teman-teman Indonesia Mengajar dan beberapa teman profesional yang ingin berkontribusi pada pendidikan Indonesia, lahirlah konsep Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi adalah kegiatan yang mewadahi profesional dari berbagai sektor untuk ikut serta berkontribusi pada misi perbaikan pendidikan di Indonesia. Melalui program ini, para profesional pengajar dari berbagai latar belakang diharuskan untuk cuti satu hari secara serentak untuk mengunjungi dan mengajar SD, yaitu pada Hari Inspirasi.


Bermain sambung kata di KI Klaten

Aku mendaftar sebagai relawan pengajar dengan profesi penulis. Aku sempat mendaftar di wilayah Yogyakarta, Klaten, Solo, Cirebon, Kudus, Ponorogo dan Tuban. Hanya KI Yogyakarta & Solo saja yang tidak lolos. Tak heran, kota besar pasti banyak peminatnya. Kota pertama yang kudatangi yaitu Klaten. Ini pengalaman pertamaku mengajar, di sebuah sekolah dengan siswa per kelas dapat dihitung jari. Karena jumlahnya yang sedikit, kelas hanya dibagi 3. Yaitu kelas 1, 2, 3 satu kelas, 4 & 5 satu kelas, dan kelas 6 sendiri. Aku kebagian jadwal mengajar di jam kedua dan keempat. Jadwal mengajar pertama di kelas 1, 2, 3. Jujur, bingung menjelaskan profesi penulis pada anak kelas 123. Aku mati kutu. Untung ada kak Dima, sesama relawan pengajar yang sudah berpengalaman, menyarankanku mengajak mereka bermain saja. Kami pun bermain sambung kata berbisik. Tentu saja ada ketidakadilan. Anak kelas 1 yang masih polos banget bingung dengan permainannya. Untungnya di jam mengajar berikutnya aku kebagian di kelas 4 & 5. Mereka bisa lebih paham sedikit tentang profesi penulis. Aku juga membacakan dongeng dari salah satu cerpen di buku keduaku dan memberikan pertanyaan di akhir. Dua anak yang berani menjawab mendapat bingkisan kecil dariku. Sebuah pembatas buku dari Turki. Oh ya aku lupa, ketika upacara pembukaan di pagi hari dan perkenalan relawan satu per satu, salah seorang siswa mengetahui identitasku yang berkuliah di Turki. "Mbaknya yang dari Turki ya." Padahal aku hanya menyebutkan nama, profesi dan asal di Indonesia. Entah tahu dari mana, mungkin dari fasilitator. Dan ini membuatku terkejut, karena aku berusaha menyembunyikan hal ini. Bukan karena tidak bangga, bingung jelasinnya kalau ditanya-tanya wkwk. Dan ternyata di kelas 4 & 5 ini aku bertemu anak yang mengenalku tadi pagi. Anak laki-laki yang penurut sekali. Dia nampak senang menyambutku di kelasnya. Kan jadi terharu. 

KI Ponorogo

Beda cerita saat di Ponorogo. Hari Inspirasi KI Ponorogo berbarengan dengan KI Kudus. Karena saat itu aku juga sedang magang di Malang dan tak bisa cuti lama-lama aku memilih berangkat ke Ponorogo. Aku kebagian menjadi relawan pengajar di SDN 02 Jurug. Sebuah sekolah unggulan di kecamatan Jurug. Siswanya banyak, kegiatannya beragam dan seringkali dijadikan pusat kegiatan SD se-kecamatan Jurug. Setiap sekolah memang ada tantangannya. Di Ponorogo aku tak kesulitan mengajar dan menjelaskan profesi penulis. Salah satu siswa saja ada yang bercita-cita menjadi youtuber kok wkwk. Tapi, siswa per kelasnya yang banyak membuatku cukup kewalahan. Mereka aktif sekali. Apalagi suaraku tak terlalu keras untuk bisa menguasai kelas. Alhasil di jam terakhir mengajar suaraku mulai serak dan habis. Lelah memang tetapi bikin nagih dan sekarang bikin kangen. Kangen dengan canda tawanya anak-anak, kangen dengan tingkah mereka yang berebut ingin unjuk kebisaan, dll.

KI Tuban

Kota ketiga sekaligus kota terakhir yang ku kunjungi yaitu Tuban. Pelaksanaan KI Tuban juga berdekatan dengan KI Cirebon. Yang membuatku memutuskan pergi ke Tuban adalah, 7 hari kemudian aku sudah kembali ke Turki. Tak mungkin aku harus bolak-balik dari Cirebon ke Pasuruan lalu ke Jakarta lagi. Kisah mengajar di Tuban juga tak kalah menarik. Seorang guru amatiran ketika mengajar dilihat langsung oleh guru SD setempat itu rasanya kayak uji kompetensi. Sudah bukan kali pertama mengajar tapi tetap saja deg-degan. Dan ada kisah menarik yang masih teringat dari seorang anak kelas 1 SD. Aku percaya, tidak ada anak yang nakal. Yang ada hanyalah anak yang kurang mendapat perhatian. Dia satu-satunya siswa laki-laki di kelas itu. Bisa jadi karena tak ada teman, ia kerap mengusili teman perempuan lainnya dan tak mau menurut saat jamku mengajar. Ia terlihat malas-malasan dan ingin tidur. Aku tentu saja bingung. Ini soal pengalaman dan skill mengajar, dan aku tak tahu bagaimana cara menghadapinya. Hal yang membuatku terenyuh saat ia bilang "Aku pengen berantem aja cita-citaku mau berantem." Aku pun bertanya "Kok gitu? Kan berantem nggak baik." "Bapakku sering berantem kok, mukul orang juga kadang." "Memangnya bapak kerja apa?" "Supir truk." Di situ aku speechless. Sekujur tubuh lemas. Oh, jadi ini alasan ia tak menurut selama di kelas. Ia berusaha mencari perhatian dan kasih sayang yang mungkin kurang ia dapatkan di rumah. Untung setelahku ada Mas Samuel yang kebagian mengajar di kelas itu. Ia pun mulai tenang karena merasa ada temannya sesama laki-laki.

Hal-hal seperti itulah yang membuatku selalu rindu anak-anak. Rindu ikut Kelas Inspirasi. Yang tujuan awalnya kita dapat menginspirasi anak-anak untuk menambah wawasan mengenai cita-cita dan profesi, rupanya malah mereka yang menginspirasi kita. Beragam sifat dan karakter dari setiap anak membuatku belajar banyak hal. Dan untuk hal ini, aku ingin mengucapkan terima kasih dan menyuntikkan semangat kepada seluruh guru di dunia. Karena kini aku paham bahwa mengajar itu tidak mudah. Semangat!

Jurnal Alin . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates